DIRIWAYATKAN oleh ar-Rafi'i: "Jika engkau mahu
menyebut cacat cela orang lain maka kenang terlebih dulu cacat cela
dirimu sendiri".
Setiap manusia ada titik kelemahan dan cacat cela tersendiri dan
untuk
menjadi seorang Muslim yang adil, tidak seharusnya ia membilang cacat
cela dan kelemahan orang lain dengan melupakan cacat celadirinya
sendiri.
Apabila berbalah, manusia selalu condong kepada
memperbesarkan cacat cela dan kesalahan orang lain untuk meletakkan
dirinya sebagai seorang bersih, baik, tidak salah dan jujur.
Begitu juga dengan kebiasaan mengumpat dan mengeji, manusia selalu lupa kepada cacat cela atau kelemahan diri sendiri.
Rasulullah
memberi satu garis panduan yang adil apabila kita bernafsu untuk
mengkritik, mengumpat dan menyalahkan orang lain, maka hendaklah lebih
dulu kita mengambil cermin melihat cacat cela muka dan diri sendiri.
Menurut
pakar psikologi, kecenderungan mengumpat atau menyebut cacat cela orang
lain didorong oleh perasaan dendam kesumat, perasaan benci dan hasad
dengki yang terpendam sekian lama dalam jiwa seseorang.
Umat Islam
tidak dilarang memberi kritikan membina atau pandangan jujur terhadap
mana-mana tindakan yang dianggap menyinggung kepentingan umum, melanggar
prinsip agama dan perkara yang benar.
Malah, mereka digalakkan
memperbetul kesilapan tetapi perlu dilakukan dengan cara yang baik agar
kritikan tidak menyentuh maruah atau kecacatan semula jadi yang terdapat
pada seseorang.
No comments:
Post a Comment